A. Ideologi
Jadi Ideologi mempunyai arti pengetahuan tentang
gagasangagasan, pengetahuan tentang ide-ide, science of ideas atau ajaran
tentang pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari menurut
Kaelan ‘idea’ disamakan artinya dengan citacita.
Dalam perkembangannya terdapat pengertian Ideologi
yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Istilah Ideologi pertama kali dikemukakan
oleh Destutt de Tracy seorang Perancis pada tahun 1796. Menurut Tracy ideologi
yaitu ‘science of ideas’, suatu program yang diharapkan dapat membawa perubahan
institusional dalam masyarakat Perancis.
1. Pandangan Hidup
Pandangan Hidup merupakan suatu dasar atau
landasan untuk membimbing kehidupan jasmani dan rohani. Pandangan hidup ini
sangat bermanfaat bagi kehidupan individu, masyarakat, atau negara. Semua
perbuatan, tingkah laku dan aturan serta undang-undang harus merupakan pancaran
dari pandangan hidup yang telah dirumuskan.
Pandangan hidup sering disebut filsafat hidup.
Filsafat berarti cinta akan kebenaran, sedangkan kebenaran dapat dicapai oleh
siapa saja. Hal inilah yang mengakibatkan pandangan hidup itu perlu dimiliki
oleh semua orang dan semua golongan.
Setiap orang, baik dari tingkatan yang paling
rendah sampai dengan tingkatan yang paling tinggi, mempunyai cita-cita hidup.
Hanya kadar cita-citanya sajalah yang berbeda. Bagi orang yang kurang kuat
imannya ataupun kurang luas wawasannya, apabila gagal mencapai cita-cita,
tindakannya biasanya mengarah pada hal-hal yang bersifat negative.
Disinilah peranan pandangan hidup seseorang.
Pandangan hidup yang teguh merupakan pelindung seseorang. Dengan memegang teguh
pandangan hidup yang diyakini, seseorang tidak akan bertindak sesuka hatinya.
Ia tidak akan gegabah bila menghadapi masalah, hambatan, tantangan dan
gangguan, serta kesulitan yang dihadapinya.
Biasanya orang akan selalu ingat, taat, kepada Sang
Pencipta bila sedang dirudung kesusahan. Namun, bila manusia sedang dalam
keadaan senang, bahagia, serta kecukupan, mereka lupa akan pandangan hidup yang
diikutinya dan berkurang rasa pengabdiannya kepada Sang Pencipta. Hal ini
disebabkan oleh beberapa factor, antara lain :
- Kurangnya penghayatan pandangan hidup yang diyakini.
- Kurangnya keyakinan pandangan hidupnya.
- Kurang memahami nilai dan tuntutan yang terkandung dalam pandangan hidupnya.
- Kurang mampu mengatasi keadaan sehingga lupa pada tuntutan hidup yang ada dalam pandangan hidupnya.
- Atau sengaja melupakannya demi kebutuhan diri sendiri.
Pandangan hidup tidak sama dengan cita-cita.
Sekalipun demikian, pandangan hiup erat sekali kaitannya dengan cita-cita.
Pandangan hidup merupakan bagian dari hidup manusia yang dapat mencerminkan
cita-cita atau aspirasi seseorang dan sekelompok orang atau masyarakat.
Pandangan hidup merupakan sesuatu yang sulit untuk
dikatakan, sebab kadang-kadang pandangan hidup hanya merupakan suatu idealisme
belaka yang mengikuti kebiasaan berpikir didalam masyarakat. Manuel Kaisiepo
(1982) dan Abdurrahman Wahid (1985) berpendapat bahwa pandangan hidup itu
bersifat elastis. Maksudnya bergantung pada situasi dan kondisi serta tidak
selamanya bersifat positif.
Pandangan hidup yang sudah diterima oleh sekelompok
orang biasanya digunakan sebagai pendukung suatu organisasi disebut ideology.
Pandangan hidup dapat menjadi pegangan, bimbingan, tuntutan seseorang ataupun
masyarakat dalam menempuh jalan hidupnya menuju tujuan akhir.
2. Cita-Cita
Pandangan hidup terdiri atas cita-cita, kebajikan
dan sikap hidup. Cita-cita, kebajikan dan sikap hidup itu tak dapat dipisahkan
dengan kehidupan manusia. Dalam kehidupannya manusia tidak dapat melepas diri
dari cita-cita, kebajikan dan sikap hidup itu.
Orang tua selalu menimang-nimang anaknya sejak
masih bayi agar menjadi dokter, insinyur, dan sebagainya. Ini berarti
bahwa sejak anaknya lahir, bahkan sejak dalam kandungan, orang tua telah
berangan-angan agar anaknya itu mempunyai jabatan atau profesi yang biasanya
tak tercapai oleh orang tuanya.
Selain dari itu, pada setiap kelahiran bayi, do’a
yang di ucapkan oleh family atau handai taulan biasanya berbunyi : “ Semoga
kelak menjadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa, agama, dan berbakti kepada
orang tua.
Karena itu wajarlah apabila cita-cita, kebajikan,
dan pandangan hidup merupakan bagian hidup manusia. Tidak ada orang hidup tanpa
cita-cita, tanpa berbuat kebajikan, dan tanpa sikap hidup. Sudah tentu kadar
atau tingkat cita-cita, kebajikan, dan sikap hidup itu berbeda-beda bergantung
kepada pendidikan, pergaulan, dan lingkungan masing-masing.
Cita-cita itu perasaan hati yang merupakan suatu
keinginan yang ada dalam hati. Cita-cita sering kali diartikan sebagai
angan-angan, keinginan, kemauan, niat atau harapan. Cita-cita itu penting bagi
manusia, karena adanya cita-cita menandakan kedinamikan manusia.
Ada tiga kategori keadaan hati seseorang yakni
lunak, keras,dan lemah, seperti :
– Orang yang berhati keras, biasanya tak berhenti
berusaha sebelum cita-citanya tercapai. Ia tidak menghiraukan rintangan,
tantangan, dan segala esulitan yang dihadapinya. Orang yang berhati keras
biasanya juga mencapai hasil yang gemilang dan sukses hidupnya.
– Orang berhati lunak biasanya dalam usaha mencapai
cita-citanya menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi. Namun ia tetap
berusaha mencapai cita-cita itu. Karena, biarpun lambat ia akan berhasil juga
mencapai cita-citanya.
– Orang yang berhati lemah biasanya mudah
terpengaruh oleh situasi dan kondisi. Bila menghadapi kesulitan cepat-cepat ia
berganti haluan dan berganti keinginan.
3. Kebajikan
Kebajikan atau kebaikan pada hakikatnya adalah perbuatan
moral, perbuatan yang sesuai dengan norma-norma agama atau etika. Manusia
berbuat baik, karena menurut kodratnya manusia itu baik dan makhluk bermoral.
Atas dorongan suara hatinya manusia cenderung berbuat baik. Untuk melihat apa
itu kebajikan, kita harus melihat dari tiga segi, yaitu :
- Manusia sebagai pribadi, Yang menentukan baik-buruknya adalah suara hati. Suara hati itu semacam bisikan dalam hati untuk menimbang perbuatan baik atau tidak. Jadi suara hati itu merupakan hakim terhadap diri sendiri. Suara hati sebenarnya telah memilih yang baik, namun manusia seringkali tidak mau mendengarkan.
- Manusia sebagai anggota masyarakat, Yang menentukan baik-buruknya adalah suara hati masyarakat. Suara hati manusia adalah baik, tetapi belum tentu suara hati masyarakat menganggap baik. Sebagai anggota masyarakat, manusia tidak dapat membebaskan diri dari kemasyarakatan.
- Manusia sebagai makhluk tuhan, manusia pun harus mendengarkan suara hati Tuhan. Suara Tuhan selalu membisikkan agar manusia berbuat baik dan mengelakkan perbuatan yang tidak baik. Jadi, untuk mengukur perbuatan baik dan buruk, harus kita dengar pula suara Tuhan atau Kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan berbentuk Hukum Tuhan atau Hukum agama.
Jadi, kebajikan itu adalah perbuatan yang selaras
dengan suara hati kita, suara hati masyarakat, dan Hukum Tuhan. Kebajikan
berarti berkata sopan, santun, berbahasa baik, bertingkah laku baik,
ramah-tamah terhadap siapapun, berpakaian sopan agar tidak merangsang bagi yang
melihatnya.
Namun ada pula kebajikan semu, yaitu kejahatan yang
berselubung kebajikan. Kebajikan semu ini sangat berbahaya, karena pelakunya orang-orang
munafik yang bermaksud mencari keuntungan diri sendiri.
4. Usaha/perjuangan
kerja keras untuk mewujudkan cita – cita. Setiap
manusia harus kerja keras untuk melanjutkan hidupnya. Sebagian hidup manusia
adalah usaha/perjuangan, perjuangan untuk hidup dan ini sudah kodrat manusia.
Tanpa usaha/perjuangan manusia tak dapat hidup sempurna. Apabila manusia ingin
menjadi kaya, ia harus kerja keras. Bila seseorang ingin menjadi ilmuwan, ia
harus rajin belajar dan mengikuti semua ketentuan akademik.
Kerja
keras itu dapat dilakukan denga otak/ilmu atau jasmani/tenaga, dan bisa juga
keduanya. Para ilmuwan lebih banyak bekerja keras dengan otak/ilmunya daripada
jasmani/tenaganya. Sebaliknya buruh bekerja keras dengan jasmani/tenaganya
daripada otaknya. Kerja keras pada dasarnya menghargai dan menigkatkan harkat
dan martabat manusia. Pemalas membuat manusia itu miskin, melarat dan tidak
mempunyai harkat dan martabat. Karena itu tidak boleh bermalas – malasan,
bersantai – santai dalam hidup ini. Santai dan istirahat ada waktunya dan
manusia yang mengaturnya.
Dalam
agamapun diperintahkan untuk kerja keras, sebagaimana hadist yang diucapkan
Nabi Besar Muhammad S.A.W yang ditunjuk kepada para pengikutnya “Bekerjalah
kamu seakan-akan kamu hidup selama-lamanya, dan beribadahlah kamu seakan-akan
kamu akan mati besok”.
Untuk kerja keras manusia dibatasi oleh kemampuan. Karena kemampuan terbatas itulah timbul perbedaan tingkat kemakmuran antara manusia satu dan manusia lainnya. Kemampuan itu terbatas pada fisik dan keahlian / ketrampilan. Orang bekerja dengan fisik lemah memperoleh hasil sedikit, ketrampilan akan memperoleh penghasilan lebih banyak jika dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai ketrampilan / keahlian. Karena itu mencari ilmu dan keahlian / ketrampilan itu suatu keharusan, Sebagaimana dinyatakan dalam ungkapan sastra “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai liang lahat” dalam pendidikan dikatakan sebagai “Long life education”.
Untuk kerja keras manusia dibatasi oleh kemampuan. Karena kemampuan terbatas itulah timbul perbedaan tingkat kemakmuran antara manusia satu dan manusia lainnya. Kemampuan itu terbatas pada fisik dan keahlian / ketrampilan. Orang bekerja dengan fisik lemah memperoleh hasil sedikit, ketrampilan akan memperoleh penghasilan lebih banyak jika dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai ketrampilan / keahlian. Karena itu mencari ilmu dan keahlian / ketrampilan itu suatu keharusan, Sebagaimana dinyatakan dalam ungkapan sastra “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai liang lahat” dalam pendidikan dikatakan sebagai “Long life education”.
Karena
manusia itu mempunyai rasa kebersamaan dan belas kasihan (cinta kasih) antara
sesama manusia, maka ketidak mampuan akan kemampuan terbatas yang menimbulkan
perbedaan tingkat kemakmuran itu dapat diatasi bersama-sama secara tolong
menolong, bergotong royong. Apabila sistem ini diangkat ketingkat organisasi
negara, maka negara akan mengatur usaha / perjuangan warga negaranya sedemian
rupa, sehingga perbedaan tingkat kemakmuran antara sesama warga negara dapat
dihilangkan atau tidak terlalu mencolok. Keadaan ini dapat dikaji melalui
pandangan hidup /idiologi yang dianut oleh suatu negara.
- Keyakinan atau kepercayaan
Dilihat dari segi bahasa, keyakinan berasal dari
kata yaqin yang artinya percaya sungguh-sungguh. Kepercayaan berbeda
dengan keyakinan. Keyakinan dan keimanan berada di atas istilah kepercayaan.
Dan keyakinan ekuivalen dengan keimanan. Kepercayaan menerima dengan budi
(ratio) dan keyakinan menerima dengan akal.
Dalam kehidupan, manusia mempunyai banyak keyakinan
atas suatu hal. Dengan keyakinannya inilah, kemudian manusia bertindak sebagai
makhluk budaya. Keyakinan yang dimiliki manusia bisa berwujud bermacam-macam.
Dalam hal agama, keyakinan itu berarti menyakini secara pasti dan benar bahwa
Allah adalah Sang Maha Pencipta. Dalam bidang kehidupan manusia menggunakan
keyakinan sebagai cara dalam menempuh kehidupan. Tanpa keyakinan kehidupanakan
diliputi oleh bimbang.
- Langkah-langkah berpandangan hidup yang baik
Akal dan budi sebagai milik manusia ternyata
membawa ciri tersendiri akan diri manusia itu. Sebab akal dan budi
mengakibatkan manusia memiliki keunggulan dibandingkan dengan makhluk lainnya.
Satu diantar keunggulan manusia tersebut ialah pandangan hidup. Disatu pihak
manusia menyadari bahwa dirinya lemah, dipihak lain menusia menyadari
kehidupannya lebih kompleks.
Kesadaran akan kelemahan dirinya memaksa manusia
mencari kekuatan diluar dirinya. Dengan kekuatan ini manusia berharap dapat
terlindung dari ancaman-ancaman yang selalu mengintai dirinya, baik yang fisik
maupun non fisik. Seperti penyakit, bencana alam, kegelisahan, ketakutan, dan
sebagainya.
Selain itu manusia sadar pula bahwa kehidupannya
itu lain bila dibandingkan dengan kehidupan makhluk lain. Sadar pula bahwa
dibalik kehidupan ini ada kehidupan lain yang diyakini lebih abadi. Lebih yakin
lagi bahwa kehidupan lain itu bahkan merupakan kehidupan yang sesungguhnya.
Disana setiap manusia akan mempertanggung jawabkan
apa yang dilakukan selama hidup didunia. Manusia tahu benar bahwa baik dan
buruk itu akan memperoleh perhitungan, maka manusia akan selalu mencari sesuatu
yang dapat menuntunnya kearah kebaikan dan menjauhkan diri dari keburukan.
Akhirnya manusia menemukan apa yang disebut “ sesuatu
dan kekuatan diluar dirinya “. Ternyata keduanya adalah “ Agama dan
Tuhan “. Dengan demikian bahwa pandangan hidup merupakan masalah yang
asasi bagi manusia. Sayangnya tidak semua manusia yang memahaminya, sehingga
banyak orang yang memeluk suatu agama semata-mata atas dasar keturunan.
Akibatnya banyak orang yang beragama hanya pada lahirnya saja dan tidak sampai
batinnya. Atau yang sering dikenal dengan agama KTP. Padahal urusan agama
adalah urusan akal, seperti dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW.
Dalam satu hadistnya : Agama adalah akal, tidak ada agama bagi
orang-orang yang tidak berakal.”
Maksud Nabi Muhammad SAW tersebut ialah agar
manusia dalam memilih suatu agama benar-benar berdasarkan pertimbangan akalnya,
dan bukan semata-mata karena asas keturunan. Hal ini ditegaskan oleh firman
Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat-236 yang artinya :
“ Tidak ada paksaan untuk memasuki sesuatu
agama, sesungguhnya telah jelas antara jalan (agama) yang benar dan jalan
(agama) yang salah.”
Ternyata, pandangan hidup sangat penting. Baik
untuk kehidupan sekarang maupun kehidupan di akhirat. Dan sudah sepantasnya
setiap manusia memilikinya. Maka pilihan pandangan hidup harus betul-betul
berdasarkan pilihan akal bukan sekedar ikut-ikutan saja.
Perlu kita sadari bahwa baik Tuhan maupun agama
bagi kita adalah suatu kebutuhan. Bukan kebutuhan sesaat seperti makan, minum,
tidur, dan sebagainya. Melainkan kebutuhan yang terus menerus dan abadi. Sebab
setiap saat kita memerlukan perlindungan Allah SWT dan petunjuk agama sampai
diakhir nanti.
Firman Allah SWT :
Yang artinya :
“ Kamilah pelindungmu dalam kehidupan dunia dan
akhirat ; didalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh pula
apa yang kamu minta.” (QS.Fushilat : 31).
Sumber :
- Widyosiswoyo, Supartono. Ilmu Budaya Dasar. Bogor: Ghalia Indonesia, 2009
- Soelaeman, M. Munandar. Ilmu Budaya Dasar. Bandung: PT. Refika Aditama, 2001
- Mustofa, Ahmad. Ilmu Budaya Dasar. Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998
- Wahyu, Ramdani. Ilmu Budaya Dasar. Bandung: PT. Pustaka Setia, 2008
- Mustopo, M. Habib. Ilmu Budaya Dasar. Surabaya: PT. Usaha Nasional, 1983
Tidak ada komentar:
Posting Komentar